20.18

Resume Buku Akhlak

RESUME BUKU

E T I K A
( ILMU AKHLAK )

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Ahklak Tasawuf

Disusun oleh :

Rizki Ramdani
208700928
Informatika E













JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009


Kata Pengantar


Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-Nya, sehingga saya bisa menyusun dan menyelesaikan resensi atau resume buku yang berjudul Etika (ilmu akhlak) ini.

Resume buku ini saya buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ahklak Tasawuf yang diberikan oleh dosen saya.

Selain itu, saya harapkan resume buku ini bisa dijadikan pegangan mahasiswa dan dosen untuk memilih dan mempelajari buku tentang Akhlak tasawuf yang baik.

Setelah kita membaca buku Etika (ilmu akhlak) ini, insya Allah kita akan memahami apa yang disebut dengan etika itu. Akan tetapi, "etika bukan hanya dipelajari, tetapi harus diaktualisasikan dalam hidup dengan kesucian".

Saya menyadari resume buku ini masih belum sempurna. Namun, semoga dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya, khususnya bagi saya.

Saya menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada rekan-rekan saya dan berbagai pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan resume buku ini. Saya mengharapkan saran-saran dari dosen dan rekan-rekan untuk menyempurnakan resume buku ini.


Bandung, Juni 2009

Penyusun,



Rizki Ramdani












PROFILE BUKU

Judul : Etika (ilmu akhlak)
Judul asli : الإخلاق
Penulis : Prof. Dr. Ahmad Amin (Guru besar Egyptian University
di Cairo Mesir)
Alih bahasa : Prof. K.H. Farid Ma'ruf
Cetakan : Ke – 7 (1993)
Jumlah halaman : 280 hlm. (21 cm)
Penerbit : PT Bulan Bintang, Jakarta


ISI BUKU

• Definisi Etika

Kita sekalian memberi hukum kepada beberapa perbuatan bahwa "ia baik atau buruk", benar atau salah, hak atau batal. Hukum ini merata diantara manusia, baik yang tinggi kedudukannya maupun yang rendah, baik dalam perbuatan yang besar maupun yang kecil, diucapkan oleh ahli hukum di dalam soal undang-undang atau oleh ahli perusahaan pada perusahaan mereka, bahkan oleh anak-anak dalam permainan mereka; maka apakah artinya "baik atau buruk?" dan dengan ukuran "apakah" kita menggukur perbuatan yang akan kita beri hukum hukum "baik atau buruk?".

Kami melihat juga beberapa orang berbeda agak jauh di dalam tujuan yang mereka kehendaki, setengah dari mereka menghendaki harta, setengahnya menghendak kemerdekaan, segolongan dari mereka mereka menghendaki kekuasaan dan pangkat, sedang golongan lainnya menghendaki kemasyhuran, lain dari mereka menghendaki ilmu dan lainnya menjauhi dan tidak menuntut semua itu, dan menunjukan kehendaknya ke arah hidup setelah mati, di situlah mereka mensucikan jiwanya dan merasakan kenikmatan. Akan tetapi dengan sedikit pandangan, kita mendapat petunjukan bahwa banyak dari tujuan-tujuan ini dapat menjadi tujuan akhir, atau dengan perkataan lain, tidak sesuai menjadi tujuan segala tujuan-tujuan. Karena kalau engkau tanyakan, apa sebab mereka kehendaki harta, pangkat, atau ilmu. Mungkin tergambar dari jawaban mereka, bahwa di belakang tujuan itu ada tujuan lain, seperti bahagia umpamanya. Maka adakah bagi hidup manusia seluruhnya satu tujuan yang akhir, atau puncak dari segala tujuan. Puncak tujuan mana, adalah menjadi ukuran segala perbuatan. Perbuatan yang dekat dari padanya berarti baik, sebaliknya yang jauh dari padanya berarti buruk. Maka apakah puncak tujuan yang paling akhir ?.

Dari segala ini diselidiki oleh etika, suatu ilmu yang menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.

• Pokok Persoalan Etika

Dapat diketahui bahwa etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk, akan tetapi bukanlah semua perbuatan itu dapat diberi hukum seperti ini, karena :

Perbuatan manusia itu ada yang timbul tiada dengan kehendak, seperti bernapas, detak jantung dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya, maka inilah bukan persoalan etika, dan tidak dapat memberi hukum "baik atau buruk", dan bagi yang menjalankan tiada dapat kita sebut orang yang baik atau orang yang buruk, dan tidak dapat dituntut. Dan ada pula perbuatan yang timbul karena kehendak dan setelah dipikir matang-matang akan buah dan akibatnya, sebagaimana orang yang melihat pendirian rumah sakit yang dapat memberi manfaat kepada penduduknya dan meringankan penderitaan sesama, kemudian ia lalu bertindak mendirikan rumah sakit itu.

Juga seperti orang yang bermaksud akan membunuh musuh-musuhnya, lalu memikirkan cara-caranya dengan fikiran yang yang tenang, kemudian ia melakukan apa yang ia kehendaki. Inilah perbuatan yang disebut perbuatan kehendak. Perbuatan mana yang diberi hukum atau buruk, dan segala perbuatan manusia di perhitungkan atas dasar itu

Selain itu, ada satu perbuatan yang menyerupai kedua perbuatan tersebut, yang sering tidak nyata (tersembunyi) hukumnya. Adakah itu dari "pokok persoalan etika atau tidak ?" dan yang melakukannya bertanggung jawab atau tidak ? sebagaimana contoh yang tersebut ini :
1. Setengah orang ada yang melakukan perbuatan di waktu ia tidur, maka apabila ia membakar rumah dalam keadaan itu atau memadamkan api yang membakar rumah, adakah ia bertanggung jawab atas pebuatannya menurut hukum etika, sehingga ia dianggap berdosa dalam perbuatannya yang pertama dan terpuji karena perbuatanya yang kedua ?.
2. Terkadang seseorang terkena penyakit lupa, sehingga ia meninggalkan perbuatan yang semestinya ia harus melakukannya di waktu itu.
3. Terkadang fikiran seseorang hanya terlihat pada suatu perbuatan, seperti orang asyik mengupas soal-soal ilmu ukur atau membaca riwayat yang menarik, sehingga ia lupa akan janjinya atau kewajiban belajar.

Semua perbnuatan itu, bila kita fikirkan, nyata bahwa ia bukan perbuatan kehendak, maka seseorang yang tidur dalam contoh yang pertama, tidak sengaja membakar dan tidak menghitung akibatnya, karena ia tidak bertanggung jawab (tidak dituntut) waktu melakukan perbuatan itu, sebab ia melakukan tidak dengan sengaja atau tidak timbul dengan kehendak, bila ia telah tahu bahwa ia terkena penyakit tidur itu dan tahu bahwa ia suka melakukan perbuatan yang berbahaya di waktu tidur; sedang ketika ia jaga tidak berusaha menghindarkan apa yang akan terjadi pada waktu ia tidur, seperti menjauhkan api dan sebagainya darinya. Kita sebenarnya bertanggung jawab menurut hukum etika, karena tidak menjaga diri buat waktu dan masa yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Demikian juga kalau engkau tidur dan engkau biarkan api menyala di sebuah tungku kemudian beterbangan bunga api sampai menbakar rumah, tidak akan didengar katamu : "Ini bukan kesalahanku, saya tidak dapat melarang api melemparkan bunga apinya karena aku tidur", karena dapat dikatakan kepadamu : "Engkau tahu bahwa engkau akan tidur, dan tahu pula bahwa engkau akan berada di dalam keadaan tidak sadar maka sewajarnya engkau bersedia di waktu sadar apa yang akan terjadi waktu tidak sadar, dengan memadamkan api".

Dan demikian juga orang melakukan perbuatan dengan keterangan bahwa ia tidak tahu akan buah dan akibatnya yang timbul karenanya, seperti orang yang telah tahu akan dirinya bahwa ia orang yang lekas marah dan tidak dapat mengekang nafsunya bila mendengar kata yang menyakitinya lalu dengan tidak sadar ia mencaci maki atau memukul. Maka bila ia menyerbu masyarakat, tempat yang tersangka dapat menimbulkan marahnya lalu melakukan perbuatan yang tidak diharapkan, tentu ia bertanggung jawab atas perbuatannya. Perbuatan yang dibiasakan sehingga orang yang berbuat melakukannya dengan tiada kehendak, juga dipertanggung jawabkan olehnya, karena kebiasan itu adalah buah dari dari perbuatan kehendak yang diulang-ulangi. Demikian juga orang terdesak oleh lapar ke arah pencurian, atau pembunuhan, ia harus bertanggung jawab atas perbuatannya menurut hukum etika, karena ia tidak lolos dari kesadaran dan akal. Ia tahu apa yang terjadi, dan ia telah ragu-ragu antara menanggung penderitaan lapar dan melakukan pencurian atau pembunuhan, maka ia memilih yang kedua, dan berkehendak melakukannya.

Maka singkatnya bahwa pokok persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukannya apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum "baik dan buruk", demikin juga segala perbuatan yang timbul tiada dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar.

Adapun apa yang timbul bukan dengan kehendak, dan tiada dapat dijaga sebelumnya, maka ia bukan dari pokok persoalan etika.

• Faedah Mempelajari Etika

Tidak sedikit timbul dalam pikiran kita, soal ini : dapatkah etika itu menciptakan kita menjadi orang baik-baik ?. jawabannya adalah : etika itu tidak dapat menjadikan semua manusia baik; kedudukannya hanya sebagai kedudukan dokter. Dokter bisa menerangkan kepada si sakit akan bahayanya minuman keras dan buruk bekasnya terhadap akal dan tubuh, kemudian si sakit boleh memilih, meninggalkannya agar sehat badannya atau terus minum, dan dokter tersebut tidak bisa mencegahnya. Seperti inilah juga etika tidak dapat menjadikan manusia baik, tetapi dapat membuka matanya untuk melihat baik dan buruk, maka etika tidak berguna bagi kita, kalau kita tidak mempunyai kehendak untuk menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya.

Orang yang tidak mempelajari etika dapat juga memberi hukum baik dan buruk kepada sesuatu, dan dapat pula ia menjadi baik perangainya, akan tetapi oarang yang belajar etika tidak mempelajarinya seperti pedagang wool yang bermacam-macam, masing-masing dapat melihat, meraba dan mengujinya; karena kepandaian dan pengalamanya, menjadi lebih baik pilihannya. Tiap-tiap ilmu memberi kepada yang mempelajarinya pandangan yang dalam di lingkungan yang diselidiki oleh ilmu itu. Maka yang mempelajari dapat menyelidiki dengan seksama segala perbuatan yang dikemukakan kepadanya, dengan tidak tunduk dalam menentukan hukumnya kepada kebiasaan orang, tetapi segala pendapatnya hanya diambil dari pandangan (theory) ilmu pengetahuan, peraturannya, dan pertimbangannya.

Tujuan etika bukan hanya mengetahui pandangan (theory), bahkan setengan dari tujuan-tujuannya, ialah mempengaruhi dan mendorong kehendak kita, supaya membentuk hidup suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan, dan memberi faedah kepada sesama manusia. Maka etika itu ialah mendorong kehendak agar berbuat baik, akan tetapi ia tidak selalu berhasil kalau tidak ditaati oleh kesucian manusia.

Aristoteles berkata : Apa yang berhubungan dengan keutamaan tidak cukup dengan diketahui apakah keutamaan itu itu ? bahkan harus ditambah dengan melatihnya dan mengerjakannya, atau mencari jalan lain untuk menjadikan kita orang –orang yang utama dan baik. Apabila pidato-pidato dan buku-buku itu dengan sendirinya dapat menjadikan kita orang-orang baik, tentu sebagaimana dikatakan oleh Teognis hendaknya tiap-tiap manusia mengejar keutamaan dan sanggup membelinya dengan harga yang mahal sekali. Akan tetapi sayang segala dasar-dasar dalam soal ini hanya dapat dihasilkan dengan kekuatan kemauan sebagian angkatan muda untuk tatap dalam kebaikan, dan hati yang mulia menurut fitrahnya dijadikan kawan bagi keutamaan, dan setia pada janji-janjinya.

• Hubungan Etika Dengan Ilmu-ilmu Lainnya

Etika adalah terhitung dalam cabang filsafat, sedang cabang-cabang menurut pendapat kebanyakan para ahli ialah :
1) Metaphisica.
2) Filsafat alam (cosmology).
3) Ilmu jiwa (psychology).
4) Ilmu mantik (logic).
5) Ilmu akhlaq (ethics).
6) Filsafat hukum.
7) Ilmu masyarakan (sociology).
8) Filsafat sejarah.
Alangkah baiknya diterangkan suatu ilmu dan hubungannya dengan cabang-cabangnya, setelah mempelajari cabang-cabang tersebut dan setelah mengetahui penyelidikan ilmu itu dan apa yang menjadi kandungannya, agar dimengerti hubungan ilmu-ilmu tersebut waktu penjelasannya. Akan tetapi telah menjadi kebiasaan bagi ahli-ahli pengarang, memulai pembicaraan suatu ilmu dengan menjelaskan hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam hal ini kami akan mengikuti jejak mereka dan hanya memberi penjelasan hubungan antara etika dengan sebagian ilmu-ilmu yang hubungannya sangat rapat.

• Etika Dan Ilmu Jiwa

Antara dua ilmu ini, tali hubungannya amat kuat. Ilmu jiwa menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, khayal, rasa kasih, kelezatan dan rasa sakit. Sedangkan pelajaran etika sangan menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa, bahkan ilmu jiwa adalah pendahuluan yang tertentu bagi etika.

Pada akhir-akhir ini, terdapat dalam ilmu jiwa suatu cabang yang disebut "ilmu jiwa masyarakat" (social psychology). Ilmu ini menyelidiki akal manusia dari jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki soal bahasa dan bagaimana bekasnya terhadap perkembangan susunan masyarakat. Dan bagi cabang ini memberi bekas yang langsung pada etika, melebihi dari ilmu jiwa perseorangan.

• Etika Dan Ilmu Masyarakat

Hubungan diantara kedua ilmu ini rapat juga, karena mempelajari kelakuan (perbuatan manusia yang timbul dari kehendak) yang ia menjadi pokok persoalan etika, sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat yang menjadi pokok persoalan sociology. Demikianlah karena manusia itu tidak dapat hidup kecuali bermasyarakat dan ia tetap menjadi anggota masyarakat. Bukan menjadi kekuasaan kita untuk mengetahui keutamaan seseorang dengan tidak mengetahui masyarakatnya, masyarakat mana yang dapat membantu tumbuhnya keutamaan atau merintanginya. Demikian juga ideal yang digambarkan oleh etika bagi seseorang harus dibandingkan dengan ideal dalam susunan masyarakat, agar dapat menyampaikan orang tersebut pada maksudnya.

Ilmu masyarakat mempelajari masyarakat manusia yang pertama, dan bagaimana meningkat ke atas, juga menyelidiki tentang bahasa, agama, dan keluarga, dan bagaimana membentuk undang-undang dan pemerintahan dan sebagainya. Mempelajari semua ini menolong untuk memberi pengertian akan perbuatan manusia dan cara menentukan hukum baik dan buruk, benar dan salah.

• Etika Dan Ilmu Hukum

Pokok pembicaraan dua ilmu ini ialah perbuatan manusia, dan tujuan keduanya hampir sama, ialah : mengatur perbuatan manusia untuk kebahagiaan mereka. Akan tetapi lingkungan etika lebih luas. Etika memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala apa yang mudlarat, sedang ilmu hukum tidak demikian, karena banyak perbuatan yang sudah terang-terang berguna tidak diperintahkan oleh ilmu hukum, seperti berbuat baik kepada fakir miskin dan perlakuan baik antara suami isteri, demikian juga beberapa perbuatan yang mendatakan kemudlaratan tidak dicegah oleh ilmu hukum, seperti dusta dan dengki. Ilmu hukum tidak mencampuri urusan ini, karena ilmu hukum tidak perintah dan tidak melarang, kecuali apabila dapat menjatuhi hukuman kepada orang yang menyalahi perintah dan laranganya.

Terkadang untuk melaksanakan undang-undang itu hajat mempergunakan cara-cara yang lebih membahayakan kepada ummat, dari apa yang diperintahkan atau dicegah oleh undang-undang.

Demikian pula ada beberapa keburukan-keburukan yang samar-samar, seperti mengingkari nikmat dan berkhianat, dan dalam hal ini undang-undang tidak dapat menjatuhi siksaan pada pelakunya. Maka itu tidak dapat jatuh di bawah kekerasan undang-undang, dan keadaannya dalam hal itu bukan seperti pencurian dan pembunuhan.

Perbedaan lainnya ialah bahwa ilmu hukum melihat segala perbuatan dari tujuan dan akibatnya yang lahir, sedang etika menyelami gerak jiwa manusia yang yang batin (walaupun tidak menimbulkan perbuatan lahir) dan juga menyelidiki perbuatan yang lahir.

Lebih jelas lagi kita katakan bahwa : ilmu hukum itu dapat berkata : "Jangan mencuri, jangan membunuh", tetapi tidak dapat berkata sesuatu tentang kelanjutannya, sedang etika bersamaan dengan ilmu hukum didalam mencegah pencurian dan pembunuhan, dapat menambahnya dengan kata : "Jangan berfikir dalam keburukan". Jangan mengkhayalkan yang tidak berguna. Ilmu hukum dapat menjaga hak milik manusia, dan mencegah orang yang melanggarnya, akan tetapi tidak memerintah kepada si pemilik agar mempergunakan miliknya untuk kebaikan. Adapun yang dapat memerintahkan ialah etika.

• Pembagian Buku Ini

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Dalam bagian pertama mengkaji beberapa persoalan yang menyelidiki ilmu jiwa seperti instinct, kehendak dan suara hati, akan tetapi harus dipelajari juga dari segi akhlaknya, karena ia dapat menolong untuk memahami benar-benar tentang pokok persoalan akhlak, apa yang berhubungan dengannya, dan disebutkan juga sebagian dari sejarah ilmu itu. Dan dalam bagian yang ketiga menjelaskan tentang kehidupan akhlak yang nyata, sehingga bagian ini hampir disebut sebagai latihan/pencocokan dari penjelasan theory ini.

10.29

contoh program dalam bahasa c

• Huruf Mutu

Bahasa C++

#include
#include

void main ()
{
char nama[30],jurusan[20];
int nim,nilai;

clrscr();
cout<<"NIM : ";cin>>nim;
cout<<"Nama : ";cin>>nama;
cout<<"Jurusan :";cin>>jurusan;
cout<<"Nilai : ";cin>>nilai;

if ((nilai>=90)&&(nilai<=100)) cout<<"Huruf mutu = A"; else if ((nilai>=75)&&(nilai<=89)) cout<<"Huruf mutu = B"; else if ((nilai>=55)&&(nilai<=74)) cout<<"Huruf mutu = C"; else if((nilai>=35)&&(nilai<=54)) cout<<"Huruf mutu = D"; else if((nilai>=0)&&(nilai<=34)) cout<<"Huruf mutu = E"; else cout<<"Nilai Salah"; getche(); } • Tahun Kabisat Bahasa C++ #include
#include

void main()
{
int tahun;
clrscr();

cout<<"Masukan Tahun ="; cin>>tahun;

if (tahun%4==0)
cout<<"Tahun Kabisat"; else cout<<"Bukan Tahun Kabisat"; getch(); } • Menu #include
#include

void main()
{
int no;
clrscr();
cout<<"MENU"; cout<<"\n\n1.Baca data"; cout<<"\n2.Cetak data"; cout<<"\n3.Ubah data"; cout<<"\n4.Hapus data"; cout<<"\n5.Keluar Program"; cout<<"\n\nMasukan pilihan anda ! (1/2/3/4/5) "; cin>>no;

switch (no)
{
case 1 :
cout<<"Baca data"<
break;
case 2 :
cout<<"Cetak data"<
break;
case 3 :
cout<<"Ubah data"<
break;
case 4 :
cout<<"Hapus data"<
break;
case 5 :
cout<<"Hapus data"<
break;
default:
cout<<"Nomor di luar jangkauan"<
break;
}

getch();
}